Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas menanggapi penetapan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ketujuh tentang hukum pinjaman online. MUI menyatakan pinjaman online atau pinjol haram.
Anwar menyebut menurut Muhammadiyah, pinjaman online dianggap haram bila transaksinya memakai sistem riba atau ribawi. Riba berarti mengambil tambahan harta pokok atau modal secara batil.
“Praktik ribawi itu diutak-atik bagaimana pun tetap akan menimbulkan kemafsadatan karena menentang Sunnatullah atau hukum alam. Hukum alamnya orang kalau berusaha ada tiga kemungkinan yang akan dia hadapi, yaitu untung, rugi, atau pulang pokok,” ujar Anwar saat dihubungi, Sabtu, 13 November 2021.
Adapun orang yang membungakan uang, kata Anwar, hanya mengenal untung. Mereka tidak mengenal opsi rugi atau pulang pokok. Karena itu, sikap tersebut tidak sesuai dengan hukum alam.
“Bisakah kita menentang hukum alam? Jawabnya bisa. Cuma kalau kita tentang, maka kita sendiri dan masyarakat luaslah yang akan menanggung resiko serta bencana dan malapetakanya,” ujar Anwar.
Meski demikian, Anwar mengatakan pinjaman online maupun langsung yang tidak menentang hukum secara prinsip diperbolehkan. Asalkan, tutur Anwar, sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dalam Ijtima disebutkan, sikap sengaja menunda pembayaran utang bagi yang mampu hukumnya adalah haram. Begitu juga memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang.
Sebaliknya, memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi orang yang mengalami kesulitan merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).
“Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan,” tulis salah satu keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI soal pinjaman online.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA